Dream From Two Apples
Gue
dulu brilian.Gue dulu punya daya saing yang begitu tinggi.Banyak prestasi—atas
izin Allah—yang gue torehkan saat itu.Olimpiade Biologi,Olimpiade Fisika,juara
kelas,nilai-nilai yang memuaskan dan menang lomba sastra seakan menjadi hal
yang biasa buat gue.Bahkan dulu,disaat ada ujian mendadak dan gue belum
belajar,gue bisa menjadi satu-satunya siswa yang lulus.
Tapi
itu dulu.Iya,dulu …Sebelum otak kanan gue pindah kekiri dan otak kiri gue
pindah ke udel.
Tapi
entah mengapa sudah beberapa tahun ini,semua itu menghilang.Gue menjadi pribadi
yang pesimistis,takut bersaing dan berkompetisi plus segudang sifat negatif
lainnya.Tak ada lagi olimpiade sains seperti dulu,tak ada lagi nilai-nilai
bagus yang bisa gue banggakan ke orang tua gue lagi.
Atau
setidaknya … belum.
Satu-satunya
hal positif yang sekarang sering gue lakukan adalah menulis dan
membaca.Iya,gue jadi mulai belajar menulis.Belajar mengekspresikan emosi gue
lewat kata-kata.
Sekarang,gue
jadi lebih sering membaca banyak buku dari berbagai genre. Buku merupakan salah
satu “makanan” gue beberapa tahun belakangan.Buku menjadi teman saat gue
kesepian.
9 Summers 10
Autumns…
Salah
satu buku yang sedang gue khatamkan saat ini.Buku ini begitu menginspirasi dan
mencerahkan.Mengajarkan kesederhanaan,kebersyukuran serta kehangatan keluarga.Penulisnya
sama seperti gue dulu : punya kemauan
keras untuk belajar dan berprestasi.
Tapi
terkadang fikiran gue mudah bercabang.Ada saatnya dimana gue merasakan syukur
yang amat dalam.Tapi disaat yang lain,gue selalu menyesali semua yang telah
terjadi.Menyalahkan waktu atau meng-kambing
hitam-kan nasib yang padahal belum tentu hitam.
Tetapi
mulai hari ini tidak ada lagi penyesalan.Nggak ada lagi tengok-tengok
kebelakang.Sudah seharusnya gue maju kedepan.Merajut
kembali benang mimpi yang kusut.Menyusun kembali harapan gue yang
terserak.Nggak peduli seberapa jauh teman-teman gue menginggalkan gue.Gue akan mengejar mereka semua.Gue akan
melampaui mereka jauh.Gue bisa!
Seandainya
dulu semuanya berjalan mulus.Seandainya Allah tidak “mengistirahatkan”
gue.Mungkin gue nggak bisa bermimpi besar seperti sekarang.Mungkin gue akan
masuk menjadi golongan orang yang ingin terus berlindung didalam cangkang
kura-kuranya dan aman.Stay in comfort
zone.
Atau
bahkan mungkin sekarang gue udah nikah dan gendong anak.
Nggak
bakal ada mimpi-mimpi ingin: menghafal Al Quran,jadi entrepreneur,writer,lecturer
dan scientist engineer.Thanks God for
this beautiful gift.
So,this is for
you God…
Terima
kasih,terima kasih,terima kasih karena telah menemaniku selama ini.Sabar melihatku
melalaikan-Mu.Terus bersamaku walaupun seringkali aku tak mengingat-Mu.
Menyadarkan dan menyentilku dengan halus untuk membuatku kembali.
Terima
kasih,terima kasih terima kasih untuk segalanya.Engkaulah sebaik-baiknya
kekasih.Engkaulah sebaik-baiknya teman.Engkaulah pacar sebenarnya yang aku cari
selama ini.
Engkau
begitu sabar saat aku tak “menelfon-Mu”.Engkau tak marah saat aku tak datang ke”rumah-Mu”.Engkau
tak kesal saat aku ingkar janji untuk menemui-Mu. Disaat aku tertidur duluan,Kau
tak marah.Kau justru dengan setia menungguku bangun.Padahal bisa saja Kau
kesal.Wajar saja Kau marah.Tapi…
Kau
tunggu aku dengan sabar.Kau ingatkan aku dengan lembut untuk senantiasa
kembali.
Thanks for
everything God …
Izinkan
aku untuk bangkit.Izinkan aku untuk sukses di usia muda.Di usiaku yang belum
genap tiga puluh nanti.Izinkan aku membalas telak semua waktu yang kusia-siakan.Izinkan
aku menerbitkan kembali senyum diwajah teduh
bapak,diwajah kasih mamak dan diwajah harap adikku.
Hingga
sampai suatu saat yang tak lama lagi ditanah suci,mereka akan memegang dan
membelai rambutku seraya berkata, “kami bangga mempunyai anak sepertimu,Wan!”
Komentar
Posting Komentar